Rabu, 10 Februari 2016

Yang Anda Tidak Ketahui Tentang FPI (Dibelakang Layar FPI)



Ane mau cerita dikit nih.. biar kita pada tau apa sebenarnya yg terjadi di belakang layar, hal2 yg jarang kita ketahui...karena jarang atau bahkan gak ada diberita-berita..

Jadi begini nih...Dulu diakhir-akhir tahun 2012, menjelang tahun baru 2013, saat itu sejumlah Habib dan Ulama di Jakarta telah memberi berbagai peringatan dan nasehat kepada Pemda DKI, termasuk juga waktu itu Habib Munzir, Habib Rizieq dan lain2nya sama2 mengingatkan kepada Pemda DKI.."....PAK GUBERNUR, PAK WAKIL GUBERNUR....JANGAN BIKIN FESTIVAL MUDA MUDI, MALAM PACARAN, HURA-HURA MALAM TAHUN BARU, JANGAN DIADAKAN, TAKUTLAH KEPADA ALLAH", eee ternyata pak pejabat2 kita ini tetep aja ngeyel bikin acar hura2 malem taun baru.

Liat nih Habibana Munzir marah banget saat itu disaksikan puluhan ribu jamaah >>https://www.youtube.com/watch?v=P4s45FHTtoo

Yang kerennya lagi setahun kemudian, di malam tahun baru 2014 mereka ulangi lagi. Bikin acara lebih dahsyat. Tembak petasan kelangit..duarrrrrrrrrrr... gitu bunyinya. Nggak lama beberapa hari setelah itu langitnya ngebales, nembak pake Aer.. Langsung kelelep tuh Jakarta. Getek masuk pemukiman, banjir.

Yang serunya lagi menjelang tahun baru itu, umat islam dapet hadiah dari Pemerintah, Hadiahnya adalah berupa Perpres Nomor 74 tahun 2013. Apa ini ?? Perpres ini adalah peraturan yang melegalkan minuman keras (Miras) se-INDONESIA. Dengan disahkannya perpres ini maka miras menjadi di legalkan di seluruh Indonesia. Padahal sebelumnya pemerintah sudah punya KEPRES no 3 tahun 1997 ttg hal yg sama, pelegalan minuman keras. Tapi KEPRES no 3 tahun 1997 ini sudah di cabut, karena FPI sebelumnya sudah berhasil menggugat Kepres tsb di MA, dan menang. KEPRES no 3 tahun 1997 pun di cabut, miras menjadi dilarang di seluruh Indonesia, tapi malah terbit Perpres Nomor 74 tahun 2013, YANG ISINYA SAMA PERSIS DENGAN KEPRES no 3 tahun 1997, malah bisa di bilang copy paste, yg beda cuma tahunnya, tapi isinya hampir sama. Entah apa maksud dari ini semua, kenapa pemerintah kita begitu??

Kenapa pemerintah kita sangat getol memperjuangkan kebolehan MINUMAN KERAS ini?? Ada urusan apa pemerintah melegalkan minuman keras? Sekali lagi, ADA URUSAN APA??? Disinilah serunya. Sepertinya ada batu di balik udang. Kalau udah dibalik batu kan masih susah keliatannya, soalnya udang kecil. Tapi kalau batu dibalik udang itu kan keliatan jelas banget hehehe...

Sementara seperti yang sudah kita ketahui bersama-sama. FPI adalah ormas yang sangat anti dgn miras. Bahkan sejak mereka berdiri tahun 1998 sampai hari ini Miras adalah salah satu objek yang paling mereka perangi habis-habisan.

5 Tahun pertama FPI berdiri (1998-2003), mereka sangat rutin mensweeping minuman keras ini. Tiap malam sweeping, tiada hari tanpa sweeping minuman keras. Semua di sweeping mulai dari pegadang eceran, sampai gudang-gudang besar yg menyimpan miras. Ada yang dibakar, ada yang di dobrak, ada yang dihancurkan, dsb. Gara2 tindakan ini banyak anggota FPI yang akhirnya ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Alasannya hukumnya rata2 sama, Pengrusakan bersama-sama. Kalau ditanya sama hakim, apa yg dirusak?? Jawabannya : Ada botol bir yang pecah. hehehe.. Ada yang di penjara 3 bulan, 6 bulan, 7 bulan dst... Tapi FPI nggak kapok. Tetep aja mereka lakukan terus, dimana-mana. ..Ini kegiatan mereka di 5 tahun pertama berdirinya FPI kira-kira dari tahun 1998 sampai 2003. Di 5 tahun kedua, (2003-2008) pemerintah sepertinya mulai memahami maksud FPI. Soalnya FPI juga selalu punya argumen dan alasan logis saat ditanya. Pemerintah pun mulai lakukan pendekatan kepada FPI. Apa Kata pemerintah saat itu kepada FPI?? "FPI jangan main dijalanan, FPI jangan anarkis, FPI jangan mensweeping, jangan main hakim sendiri, FPI harus hormati pemerintah, LEBIH BAIK KITA BERKOORDINASI, KITA KERJA SAMA, SAMA-SAMA MENGATASI PENYAKIT MASYARAKAT (PEKAT). Gitu tuh kata pemerintah saat itu. Pemerintah mau agar FPI lebih mengedepankan dialog, harus ikuti prosedur hukum di negeri ini, harus taat hukum. Nah saat itu FPI pun menerima tawaran ini. FPI ikuti saran pemerintah saat itu, untuk bermain didalam koridor hukum yg sesuai undang-undang.

FPI pun mencoba perjuangan dengan cara menempuh jalur hukum, sesuai prosedur yg berlaku, tanpa rusuh dsb. Mereka pun datang ke DPR, datang ke MPR, datang ke instansi2 pemerintah dll, tujuannya untuk mengajak para pejabat2 itu dialog secara baik2, musyawarah, topik yg di bahas selalu seputar bahaya minuman keras. Tapi meski begitu, meski upaya sudah di tempuh, NAMUN HASILNYA NOL. Pemerintah tetap kukuh dan ngotot untuk mempertahankan KEPRES no 3 tahun 1997 yg melegalkan minuman keras se Indonesia.

Peraturan ini mengatur penjualan minuman keras di Indonesia. Menurut peraturan ini ada minuman keras yg boleh di jual bebas se Indonesia, ada yang cuma boleh ditempat2 tertentu, seperti hotel, dsb. Aturan ini sudah bagus nih, kata pemerintah. Namun bagi FPI Intinya tetep aja sama, legal alias boleh. FPI maunya semua penjualan miras dilarang tanpa terkecuali.

Usaha dialog sudah ditempuh, tapi gagal. Namun FPI tak kehabisan cara. Mereka terus memperjuangkan hal ini. FPI mencoba menempuh cara lain, mereka coba manfaatkan UU otonomi daerah. FPI turun ke daerah2, turun ke Provinsi, Kabupaten, kota madya, dst. Mereka dekati para gubernur, walikota, bupati, DPRD dst. Mereka dialog secara baik-baik, musyawarah, secara kekeluargaan. FPI beberkan bahaya2 miras, dampak negatif bagi bangsa, generasi muda, dsb. Banyak para gubernur, bupati dan walikota yang menjadi terbuka matanya. Ternyata benar, Miras adalah sumber dari segala kriminal. Hampir setiap kriminal terjadi biasanya tidak jauh dari miras. Hasilnya alhamdulillah 360 daerah di Indonesia langsung menerbitkan perda yang melarang miras. Miras tidak boleh masuk ke wilayah mereka. Patut kita jempolin nih kepala daerah kepala daerah yang melakukan ini, karena dia peduli kepada rakyatnya, nggak mau rakyatnya jadi korban miras.


Senin, 21 September 2015

Perjalanan Ruhani Para Pencari Tuhan

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menuturkan bahwa Nabi Saw. diriwayatkan telah bersabda: “Dalam setiap keahilan khusus, engkau harus mencari bantuan dari ahlinya yang memenuhi syarat.”
Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, “Ibadah adalah keahlian khusus, dan ahli-ahlinya yang memenuhi syarat adalah mereka yang tulus (mukhlishîn) berkenaan dengan pekerjaan mereka, mereka yang berilmu tentang hukum dan yang mempraktikkannya, mereka yang mengucapkan selamat tinggal kepada makhluk-makhluk setelah maʽrifah mereka tentang-Nya, mereka yang lari dari diri mereka sendiri, dari harta dan anak-anak mereka dan dari segala sesuatu selain Tuhan mereka, yang lari dengan kaki hati mereka dan wujud terdalam mereka (asrâr) menuju hadirat Rabb Al-Haqq. Allah SWT telah berfirman:

وَإِنَّهُمْ عِنْدَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الْأَخْيَارِ. [ص: ٤٧ ]
“Dan sesungguhnya mereka di mata Kami termasuk orang-orang pilihan yang paling baik,” (QS Shâd (38) : 47)

Seorang yang beriman tak pernah berhenti merasa takut sampai jaminan kemanan (kitâb al-amân) diberikan kepada wujud terdalamnya (sirr), yang kemudian menyembunyikannya dari hatinya dan tidak membiarkannya menjadi sadar akannya. Tetapi ini hanya diberikan kepada segelintir individu saja.”

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan: “Celakalah engkau, wahai orang yang musyrik terhadap makhluk! Seberapa sering engkau akan mengetuk pintu-pintu yang tak dimiliki rumah-rumahmu sendiri di belakangnya? Seberapa sering engkau akan menempa besi tanpa api (untuk melelehkannya)? Engkau tidak punya akal sehat; engkau tidak punya fakultas nalar; engkau tidak punya kesadaran akan ketertiban dan arah. Celakalah engkau! Mendekatlah kepadaku, dan makanlah makanan yang bukan milikku (tapi milik Allah). Jika engkau pernah mencicipi makanan Sang Pencipta, maka hati dan wujud terdalammu (sirr) pasti akan menghindari makanan makhluk.

Ini adalah sesuatu yang hanya bisa dialami dalam hati di belakang pakaian, bukan oleh daging dan bukan oleh kulit. Tetapi hati ini tidak cocok untuk apa pun selama ia masih terikat kepada makhluk. Keyakinan masih belum pasti selama hati masih mengandung satu zarah pun dari rasa cinta kepada dunia ini. Manakala iman telah menjadi keyakinan, keyakinan telah menjadi maʽrifah dan maʽrifah telah menjadi pengetahuan (‘ilm), maka engkau akan menjadi seorang ahli (jahbadz), demi Allah.

Engkau akan mengambil dari tangan orang-orang kaya dan memberi kepada orang-orang miskin. Engkau akan menjadi pemilik rumah makan, memberikan makanan bergizi dengan tanganmu, hatimu dan wujud terdalammu (sirr). Engkau tak layak mendapat penghormatan sama sekali, wahai munafik, sampai engkau seperti ini. Aduhai engkau! Engkau belum menerima pengajaran dari seorang syaikh yang takwa dan zuhud, yang berilmu dalam syariat Allah.

Aduhai engkau! Engkau menginginkan sesuatu dengan gratis. Itu tidak akan jatuh ke tanganmu. Jika hal-hal duniawi tidak bisa diperoleh tanpa upaya yang keras, bagaimana dengan sesuatu yang berada di hadirat Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Agung? Di mana engkau berdiri berkenaan dengan mereka yang telah dipuji oleh Allah dengan kata-kata yang tepat dalam kitab-Nya, karena mereka begitu sering beribadah kepada-Nya?

Mengenai mereka Allah SWT berfirman:

كَانُوا قَلِيلًا مِّنَ الَّيلِ مَا يَهْجَعُونَ. وَبِالۡاَسۡحَارِ هُمۡ يَسۡتَغۡفِرُوۡنَ. [الذاريات :١٧ـ١٨]
“Mereka biasa tidur hanya sedikit di malam hari, dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampunan,” (QS Adz-Dzariyat [51]:17-18)

Apabila Dia melihat ketulusan (shidq) pengabdian mereka kepada-Nya, maka Dia lalu menunjuk seorang perantara untuk membangunkan mereka dari tempat tidur mereka. Sebagaimana dikatakan oleh Nabi Saw.: “Allah akan berkata: ‘Wahai Jibril, bangunkanlah si fulan, dan biarkanlah orang lainnya tidur.”

Mengenai manusia-manusia (pilihan Tuhan), manakala langkah-langkah kaki dari hati-hati mereka akhirnya telah membawa mereka kepada Tuhan mereka, maka mereka akan melihat dalam mimpi apa yang tidak pernah mereka lihat dalam keadaan jaga. Hati dan wujud terdalam mereka akan melihat sesuatu yang tidak mereka lihat ketika mereka dalam keadaan bangun.

Mereka telah berpuasa dan shalat, mereka telah menerangi diri rendah mereka dengan mengenakan kepadanya rasa lapar dan kehinaan, dan mereka telah bekerja keras siang dan malam untuk melaksanakan segala macam ibadah, sampai surga menjadi milik mereka. Tetapi setelah ia menjadi milik mereka, kepada mereka akan dikatakan: “Jalan itu bukanlah ini. Ia adalah pencarian kepada yang Maha Benar.” Kerja mereka harus dilakukan dalam ranah hati mereka. Maka apabila kerja itu mencapai-Nya, maka ia akan dikukuhkan dan diotentikkan dalam pandangan-Nya.

Apabila seseorang tahu apa yang dicarinya, maka dia akan menganggap kurang penting energi dan upaya yang dicurahkannya untuk mengabdi dan melayani Tuhannya. Seorang mukmin tidak akan pernah berhenti bekerja keras sampai dia bertemu dengan Tuhannya.
Nabi SAW telah bersabda:
“Apabila seorang manusia mati dan memasuki kuburnya, dan manakala dia sudah ditanyai oleh dua orang malaikat yang bernama Munkar dan Nakir, dan manakala dia telah menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka, maka ruhnya akan diizinkan naik kepada Allah dan bersujud di hadapan-Nya, bersama kumpulan malaikat. Dengan demikian ruh-Nya akan berjumpa dengan-Nya, dan untuknya akan dibuka semua yang sebelumnya ditabiri dari penglihatannya. Kemudian ruh itu akan dibawa ke Surga, untuk bergabung dengan ruh-ruh orang-orang yang saleh. Berbagai ruh akan maju ke depan dan mengucapkan selamat datang kepadanya. Mereka akan menanyakan kepadanya tentang situasi dan kondisinya dan tentang urusan-urusan dunia di bawah sana. Maka, ia akan menceritakan kepada mereka segala sesuatu yang diketahuinya. Kemudian mereka akan bertanya kepada ruh yang baru tiba itu: ‘Apa yang dilakukan si fulan?’ dan ruh itu akan menjawab: ‘Dia mati sebelum aku.’ Mendengar jawaban itu, ruh-ruh itu akan berkata: ‘Dia tidak pernah mencapai kami. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung, yang tentunya sudah mengirimnya langsung kepada ibunya, Neraka Hawiyah.”

Kemudian ruh-ruh itu akan ditempatkan di tembolok salah seekor burung hijau yang makan dari tanam-tanaman di surga, dan yang mengungsi ke sebuah lampu yang tergantung di bawah Arasy.
Sebuah penuturan yang lebih lengkap mengenai burung-burung hijau dari Surga telah diberikan oleh Syaikh Abdul Qâdir dalam kitab Al-Ghuniyah Tharîq al-Haqq, di mana beliau menulis:

“Kami juga tahu bahwa ruh-ruh para syuhada dan semua orang beriman akan ditempatkan di dalam tembolok-tembolok burung-burung hujau, yang terbang bebas di Surga, dan mereka akan mengungsi ke lampu-lampu yang terang benderang di bawah Arasy. Kemudian, manakala tiupan sangkakala yang kedua terdengar, mereka akan kembali bergabung dengan jasad-jasad mereka di bumi, untuk menghadapi hisab dan perhitungan pada Hari Kebangkitan.

Kami mengetahui semua ini dari hadis yang telah sampai kepada kita melalui riwayat Ibn ‘Abbâs r.a., yang menurutnya Rasulullah Saw. pernah berkata: “Manakala saudara-saudaramu (yang beriman) dibunuh oleh seseorang (dari pihak kaum kafir), maka Allah akan menempatkan ruh-ruh mereka di dalam tembolok burung-burung hijau, yang terbang bebas di Surga, dan mereka akan mengungsi ke lampu-lampu yang terbuat dari emas dalam bayang-bayang ‘Arsyi. Kemudian, ketika mereka menemukan kualitas kenikmatan makanan, minuman dan tempat tinggal mereka, mereka akan berkata: ‘Siapa yang akan memberitahukan kepada saudara-saudara kita bahwa kita sebenarnya hidup, menikmati rezeki di Surga, sehingga mereka tidak menghindari jihad, sehingga mereka tidak lari dari peperangan suci?’ Maka Allah (Yang Maha Kuasa dan Maha Agung) akan mengatakan kepada mereka, sebab Dia adalah Yang Maha Benar di antara orang-orang yang berkata (Huwa ashdaqyl qâ’ilîn): ‘Aku akan memberitahu mereka!”

Di sini kita mendapatkan gambaran tentang perjumpaan seperti yang akan dialami oleh kebanyakan orang beriman. Semoga kedamaian Allah dilimpahkan kepada mereka semua, dan juga sambutan selamat datang dari-Nya! Ya Allah, jadikanlah kami termasuk golongan mereka! Hidupkanlah kami dengan kehidupan yang mereka jalani, dan matikanlah kami dengan kematian seperti yang mereka alami! Amin.”

--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Jala Al-Khathir

Kamis, 04 Juni 2015

Sejarah Wahabi

Nama Aliran Wahabi ini diambil dari nama pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahab (lahir di Najed tahun 1111 H / 1699 M). Asal mulanya dia adalah seorang pedagang yang sering berpindah dari satu negara ke negara lain dan diantara negara yang pernah disinggahi adalah Baghdad, Iran, India dan Syam. Kemudian pada tahun 1125 H / 1713 M, dia terpengaruh oleh seorang orientalis Inggris bernama Mr. Hempher yang bekerja sebagai mata-mata Inggris di Timur Tengah. Sejak itulah dia menjadi alat bagi Inggris untuk menyebarkan ajaran barunya. Inggris memang telah berhasil mendirikan sekte-sekte bahkan agama baru di tengah umat Islam seperti Ahmadiyah dan Baha’i. Bahkan Muhammad bin Abdul Wahab ini juga termasuk dalam target program kerja kaum kolonial dengan alirannya Wahabi.

Mulanya Muhammad bin Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni pengikut madzhab Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh Abdul Wahab adalah seorang sunni yang baik, begitu pula guru-gurunya. Namun sejak semula ayah dan guru-gurunya mempunyai firasat yang kurang baik tentang dia bahwa dia akan sesat dan menyebarkan kesesatan. Bahkan mereka menyuruh orang-orang untuk berhati-hati terhadapnya. Ternyata tidak berselang lama firasat itu benar. Setelah hal itu terbukti ayahnya pun menentang dan memberi peringatan khusus padanya. Bahkan kakak kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, ulama besar dari madzhab Hanbali, menulis buku bantahan kepadanya dengan judul As-Sawa’iqul Ilahiyah Fir Raddi Alal Wahabiyah. Tidak ketinggalan pula salah satu gurunya di Madinah, Syekh Muhammad bin Sulaiman AI-Kurdi as-Syafi’i, menulis surat berisi nasehat: “Wahai Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah, tahanlah lisanmu dari mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seseorang meyakini bahwa orang yang ditawassuli bisa memberi manfaat tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat maupun madharrat, kalau dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak mungkin kau mengkafirkan As-Sawadul A’zham (kelompok mayoritas) diantara kaum muslimin, karena engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang menjauh dari kelompok terbesar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti jalan muslimin.”

Sebagaimana diketahui bahwa madzhab Ahlus Sunah sampai hari ini adalah kelompok terbesar. Allah Azza wa Jalla berfirman: “Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu (Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan) dan kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS: An-Nisa 4:115).

Salah satu dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalah mengkufurkan kaum muslim sunni yang mengamalkan tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain-lain. Berbagai dalil akurat yang disampaikan ahlussunnah wal jama’ah berkaitan dengan tawassul, ziarah kubur serta maulid, ditolak tanpa alasan yang dapat diterima. Bahkan lebih dari itu, justru berbalik mengkafirkan kaum muslimin sejak 600 tahun sebelumnya, termasuk guru-gurunya sendiri.

Pada satu kesempatan seseorang bertanya pada Muhammad bin Abdul Wahab, “Berapa banyak Allah membebaskan orang dari neraka pada bulan Ramadhan?” Dengan segera dia menjawab, “Setiap malam Allah membebaskan 100 ribu orang, dan di akhir malam Ramadhan Allah membebaskan sebanyak hitungan orang yang telah dibebaskan dari awal sampai akhir Ramadhan” Lelaki itu bertanya lagi “Kalau begitu pengikutmu tidak mencapai satu persen pun dari jumlah tersebut, lalu siapakah kaum muslimin yang dibebaskan Allah tersebut? Dari manakah jumlah sebanyak itu? Sedangkan engkau membatasi bahwa hanya pengikutmu saja yang muslim.” Mendengar jawaban itu Ibn Abdil Wahab pun terdiam seribu bahasa. Sekalipun demikian Muhammad bin Abdul Wahab tidak menggubris nasehat ayahnya dan guru-gurunya itu.
Dengan berdalihkan pemurnian ajaran Islam, dia terus menyebarkan ajarannya di sekitar wilayah Najed. Orang-orang yang pengetahuan agamanya minim banyak yang terpengaruh. Termasuk diantara pengikutnya adalah penguasa Dar’iyah, Muhammad bin Saud (meninggal tahun 1178 H / 1765 M) pendiri dinasti Saudi, yang dikemudian hari menjadi mertuanya. Dia mendukung secara penuh dan memanfaatkannya untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Ibn Saud sendiri sangat patuh pada perintah Muhammad bin Abdul Wahab. Jika dia menyuruh untuk membunuh atau merampas harta seseorang dia segera melaksanakannya dengan keyakinan bahwa kaum muslimin telah kafir dan syirik selama 600 tahun lebih, dan membunuh orang musyrik dijamin surga.

Sejak semula Muhammad bin Abdul Wahab sangat gemar mempelajari sejarah nabi-nabi palsu, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad Al-Ansiy, Tulaihah Al-Asadiy dll. Agaknya dia punya keinginan mengaku nabi, ini tampak sekali ketika ia menyebut para pengikut dari daerahnya dengan julukan Al-Anshar, sedangkan pengikutnya dari luar daerah dijuluki Al-Muhajirin. Kalau seseorang ingin menjadi pengikutnya, dia harus mengucapkan dua syahadat di hadapannya kemudian harus mengakui bahwa sebelum masuk Wahabi dirinya adalah musyrik, begitu pula kedua orang tuanya. Dia juga diharuskan mengakui bahwa para ulama besar sebelumnya telah mati kafir. Kalau mau mengakui hal tersebut dia diterima menjadi pengikutnya, kalau tidak dia pun langsung dibunuh. Muhammad bin Abdul Wahab juga sering merendahkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  dengan dalih pemurnian akidah, dia juga membiarkan para pengikutnya melecehkan Nabi di hadapannya, sampai-sampai seorang pengikutnya berkata : “Tongkatku ini masih lebih baik dari Muhammad, karena tongkat-ku masih bisa digunakan membunuh ular, sedangkan Muhammad telah mati dan tidak tersisa manfaatnya sama sekali. Muhammad bin Abdul Wahab di hadapan pengikutnya tak ubahnya seperti Nabi di hadapan umatnya. Pengikutnya semakin banyak dan wilayah kekuasaan semakin luas. Keduanya bekerja sama untuk memberantas tradisi yang dianggapnya keliru dalam masyarakat Arab, seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid dan sebagainya. Tak mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-makam yang mulia. Bahkan, pada 1802, mereka menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena makam tersebut dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada Allah. Dua tahun kemudian, mereka menyerang Madinah, menghancurkan kubah yang ada di atas kuburan, menjarah hiasan-hiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Keberhasilan menaklukkan Madinah berlanjut. Mereka masuk ke Mekkah pada 1806, dan merusak kiswah, kain penutup Ka’bah yang terbuat dari sutra. Kemudian merobohkan puluhan kubah di Ma’la, termasuk kubah tempat kelahiran Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tempat kelahiran Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Ali, juga kubah Sayyidatuna Khadijah, masjid Abdullah bin Abbas. Mereka terus menghancurkan masjid-masjid dan tempat-tempat kaum solihin sambil bersorak-sorai, menyanyi dan diiringi tabuhan kendang. Mereka juga mencaci-maki ahli kubur bahkan sebagian mereka kencing di kubur kaum solihin tersebut. Gerakan kaum Wahabi ini membuat Sultan Mahmud II, penguasa Kerajaan Usmani, Istanbul-Turki, murka. Dikirimlah prajuritnya yang bermarkas di Mesir, di bawah pimpinan Muhammad Ali, untuk melumpuhkannya. Pada 1813, Madinah dan Mekkah bisa direbut kembali. Gerakan Wahabi surut. Tapi, pada awal abad ke-20, Abdul Aziz bin Sa’ud bangkit kembali mengusung paham Wahabi. Tahun 1924, ia berhasil menduduki Mekkah, lalu ke Madinah dan Jeddah, memanfaatkan kelemahan Turki akibat kekalahannya dalam Perang Dunia I. Sejak itu, hingga kini, paham Wahabi mengendalikan pemerintahan di Arab Saudi. Dewasa ini pengaruh gerakan Wahabi bersifat global. Riyadh mengeluarkan jutaan dolar AS setiap tahun untuk menyebarkan ideologi Wahabi. Sejak hadirnya Wahabi, dunia Islam tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan pemikiran, sebab kelompok ekstrem itu selalu menghalau pemikiran dan pemahaman agama Sunni-Syafi’i yang sudah mapan.

Kekejaman dan kejahilan Wahabi lainnya adalah meruntuhkan kubah-kubah di atas makam sahabat-sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang berada di Ma’la (Mekkah), di Baqi’ dan Uhud (Madinah) semuanya diruntuhkan dan diratakan dengan tanah dengan mengunakan dinamit penghancur. Demikian juga kubah di atas tanah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dilahirkan, yaitu di Suq al Leil diratakan dengan tanah dengan menggunakan dinamit dan dijadikan tempat parkir onta, namun karena gencarnya desakan kaum Muslimin International maka dibangun perpustakaan. Kaum Wahabi benar-benar tidak pernah menghargai peninggalan sejarah dan menghormati nilai-nilai luhur Islam.  Semula AI-Qubbatul Khadra (kubah hijau) tempat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dimakamkan juga akan dihancurkan dan diratakan dengan tanah tapi karena ancaman International maka orang-orang biadab itu menjadi takut dan mengurungkan niatnya. Begitu pula seluruh rangkaian yang menjadi manasik haji akan dimodifikasi termasuk maqom Ibrahim akan digeser tapi karena banyak yang menentangnya maka diurungkan.

Pengembangan kota suci Makkah dan Madinah akhir-akhir ini tidak mempedulikan situs-situs sejarah Islam. Makin habis saja bangunan yang menjadi saksi sejarah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  dan sahabatnya. Bangunan itu dibongkar karena khawatir dijadikan tempat keramat. Bahkan sekarang, tempat kelahiran Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terancam akan dibongkar untuk perluasan tempat parkir. Sebelumnya, rumah Rasulullah pun sudah lebih dulu digusur. Padahal, disitulah Rasulullah berulang-ulang menerima wahyu. Di tempat itu juga putra-putrinya dilahirkan serta Khadijah meninggal.
Islam dengan tafsiran kaku yang dipraktikkan Wahabisme paling punya andil dalam pemusnahan ini. Kaum Wahabi memandang situs-situs sejarah itu bisa mengarah kepada pemujaan berhala baru. Pada bulan Juli yang lalu, Sami Angawi, pakar arsitektur Islam di wilayah tersebut mengatakan bahwa beberapa bangunan dari era Islam kuno terancam musnah. Pada lokasi bangunan berumur 1.400 tahun Itu akan dibangun jalan menuju menara tinggi yang menjadi tujuan ziarah jamaah haji dan umrah.

“Saat ini kita tengah menyaksikan saat-saat terakhir sejarah Makkah. Bagian bersejarahnya akan segera diratakan untuk dibangun tempat parkir,” katanya kepada Reuters. Angawi menyebut setidaknya 300 bangunan bersejarah di Makkah dan Madinah dimusnahkan selama 50 tahun terakhir. Bahkan sebagian besar bangunan bersejarah Islam telah punah semenjak Arab Saudi berdiri pada 1932. Hal tersebut berhubungan dengan maklumat yang dikeluarkan Dewan Keagamaan Senior Kerajaan pada tahun 1994. Dalam maklumat tersebut tertulis, “Pelestarian bangunan bangunan bersejarah berpotensi menggiring umat Muslim pada penyembahan berhala.” (Mirip Masonic bukan?)

Nasib situs bersejarah Islam di Arab Saudi memang sangat menyedihkan. Mereka banyak menghancurkan peninggalan-peninggalan Islam sejak masa Ar-Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Semua jejak jerih payah Rasulullah itu habis oleh modernisasi ala Wahabi. Sebaliknya mereka malah mendatangkan para arkeolog (ahli purbakala) dari seluruh dunia dengan biaya ratusan juta dollar untuk menggali peninggalan-peninggalan sebelum Islam baik yang dari kaum jahiliyah maupun sebelumnya dengan dalih obyek wisata. Kemudian dengan bangga mereka menunjukkan bahwa zaman pra Islam telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa, tidak diragukan lagi ini merupakan pelenyapan bukti sejarah yang akan menimbulkan suatu keraguan di kemudian hari.

Gerakan wahabi dimotori oleh para juru dakwah yang radikal dan ekstrim, mereka menebarkan kebencian permusuhan dan didukung oleh keuangan yang cukup besar. Mereka gemar menuduh golongan Islam yang tak sejalan dengan mereka dengan tuduhan kafir, syirik dan ahli bid’ah. Itulah ucapan yang selalu didengungkan di setiap kesempatan, mereka tak pernah mengakui jasa para ulama Islam manapun kecuali kelompok mereka sendiri. Di negeri kita ini mereka menaruh dendam dan kebencian mendalam kepada para Wali Songo yang menyebarkan dan meng-Islam-kan penduduk negeri ini.

Mereka mengatakan ajaran para wali itu masih kecampuran kemusyrikan Hindu dan Budha, padahal para Wali itu telah meng-Islam-kan 90 % penduduk negeri ini. Mampukah wahabi-wahabi itu meng-Islam-kan yang 10% sisanya? Mempertahankan yang 90 % dari terkaman orang kafir saja tak bakal mampu, apalagi mau menambah 10 % sisanya. Justru mereka dengan mudahnya mengkafirkan orang-orang yang dengan nyata bertauhid kepada Allah SWT. Jika bukan karena Rahmat Allah yang mentakdirkan para Wali Songo untuk berdakwah ke negeri kita ini, tentu orang-orang yang menjadi corong kaum wahabi itu masih berada dalam kepercayaan animisme, penyembah berhala atau masih kafir. (Naudzu billah min dzalik).

Oleh karena itu janganlah dipercaya kalau mereka mengaku-aku sebagai faham yang hanya berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka berdalih mengikuti keteladanan kaum salaf apalagi mengaku sebagai golongan yang selamat dan sebagainya, itu semua omong kosong belaka. Mereka telah menorehkan catatan hitam dalam sejarah dengan membantai ribuan orang di Makkah dan Madinah serta daerah lain di wilayah Hijaz (yang sekarang dinamakan Saudi). Tidakkah anda ketahui bahwa yang terbantai waktu itu terdiri dari para ulama yang sholeh dan alim, bahkan anak-anak serta balita pun mereka bantai di hadapan ibunya. Tragedi berdarah ini terjadi sekitar tahun 1805. Semua itu mereka lakukan dengan dalih memberantas bid’ah, padahal bukankah nama Saudi sendiri adalah suatu nama bid’ah” Karena nama negeri Rasulullah SAW diganti dengan nama satu keluarga kerajaan pendukung faham wahabi yaitu As-Sa’ud.
Sungguh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  telah memberitakan akan datangnya Faham Wahabi ini dalam beberapa hadits, ini merupakan tanda kenabian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  dalam memberitakan sesuatu yang belum terjadi. Seluruh hadits-hadits ini adalah shahih, sebagaimana terdapat dalam kitab shahih BUKHARI & MUSLIM dan lainnya. Diantaranya: “Fitnah itu datangnya dari sana, fitnah itu datangnya dari arah sana,” sambil menunjuk ke arah timur (Najed). (HR. Muslim dalam Kitabul Fitan).

“Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al-Qur’an namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka (tidak sampai ke hati), mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, mereka tidak akan bisa kembali seperti anak panah yang tak akan kembali ketempatnya, tanda-tanda mereka ialah bercukur (Gundul).” (HR Bukho-ri no 7123, Juz 6 hal 20748). Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud, dan Ibnu Hibban.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  pernah berdo’a: “Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman,” Para sahabat berkata: Dan dari Najed, wahai Rasulullah, beliau berdo’a: “Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman,” dan pada yang ketiga kalinya beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Di sana (Najed) akan ada keguncangan fitnah serta di sana pula akan muncul tanduk syaitan.” Dalam riwayat lain dua tanduk syaitan.

Dalam hadits-hadits tersebut dijelaskan, bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul). Dan ini adalah merupakan nash yang jelas ditujukan kepada para penganut Muhammad bin Abdul Wahab, karena dia telah memerintahkan setiap pengikutnya mencukur rambut kepalanya hingga mereka yang mengikuti tidak diperbolehkan berpaling dari majlisnya sebelum bercukur gundul. Hal seperti ini tidak pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya. Seperti yang telah dikatakan oleh Sayyid Abdurrahman Al-Ahdal: “Tidak perlu kita menulis buku untuk menolak Muhammad bin Abdul Wahab, karena sudah cukup ditolak oleh hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam itu sendiri yang telah menegaskan bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul), karena ahli bid’ah sebelumnya tidak pernah berbuat demikian.” Al-Allamah Sayyid AIwi bin Ahmad bin Hasan bin Al-Quthub Abdullah AI-Haddad menyebutkan dalam kitabnya Jala’uzh Zholam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abbas bin Abdul Muthalib dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Akan keluar di abad kedua belas (setelah hijrah) nanti di lembah BANY HANIFAH seorang lelaki, yang tingkahnya bagaikan sapi jantan (sombong), lidahnya selalu menjilat bibirnya yang besar, pada zaman itu banyak terjadi kekacauan, mereka menghalalkan harta kaum muslimin, diambil untuk berdagang dan menghalalkan darah kaum muslimin” AI-Hadits.

BANY HANIFAH adalah kaum nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad bin Saud. Kemudian dalam kitab tersebut Sayyid AIwi menyebutkan bahwa orang yang tertipu ini tiada lain ialah Muhammad bin Abdul Wahab. Adapun mengenai sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang mengisyaratkan bahwa akan ada keguncangan dari arah timur (Najed) dan dua tanduk setan, sebagian, ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua tanduk setan itu tiada lain adalah Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad Ibn Abdil Wahab. Pendiri ajaran Wahabiyah ini meninggal tahun 1206 H / 1792 M.
=====================================================================
Demikianlah sejarah wahabi yang bersumber dari rubrik Bayan, majalah bulanan Cahaya Nabawiy No. 33 Th. III Sya’ban 1426 H / September 2005 M. Sejarah diatas merujuk kepada kitab-kitab yang dapat dipertanggung-jawabkan, diantaranya Fitnatul Wahabiyah karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, I’tirofatul Jasus AI-Injizy pengakuan Mr. Hempher, Daulah Utsmaniyah dan Khulashatul Kalam karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, dan lain-lain.

Ketika sebuah kelompok ditentang olah satu atau dua ulama, kita masih bisa mengatakan bahwa mungkin ulama tersebut sentiment atau iri kepada kelompok yg ditentangnya, namun jika ratusan ulama menentang sebuah kelompok maka ini menjadi tanda bahwa ada yang salah dari kelompok tersebut. Ratusan ulama dari berbagai masa dan mazhab menentang Muhammad bin Abdul Wahab (pelopor gerakan wahabi) dan ajarannya, termasuk  yang menentang beliau yaitu bapak dan saudara kandungnya sendiri. Mengenai penolakan ratusan ulama tersebut silahkan lihat disini — > https://www.facebook.com/notes/aqidah-ahlussunnah-allah-ada-tanpa-tempat/para-ulama-telah-membantah-muhammad-ibn-abd-al-wahhab-perintis-gerakan-wahhabi/112485828768335

Perlu diketahui bahwa untuk menutupi sejarah hitam mereka, wahabi memalsukan kitab Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain karya ulama terkemuka abad 12 Hijriah dan semasa dengan pendiri Wahhabi yaitu al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki. Beliau berkata dalam Hasyiyah ‘ala Tafsir al-Jalalain sebagai berikut:
هَذِهِ اْلآَيَةُ نَزَلَتْ فِي الْخَوَارِجِ الَّذِيْنَ يُحَرِّفُوْنَ تَأْوِيْلَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَيَسْتَحِلُّوْنَ بِذَلِكَ دِمَاءَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَمْوَالَهُمْ كَمَا هُوَ مُشَاهَدٌ اْلآَنَ فِيْ نَظَائِرِهِمْ وَهُمْ فِرْقَةٌ بِأَرْضِ الْحِجَازِ يُقَالُ لَهُمُ الْوَهَّابِيَّةُ يَحْسَبُوْنَ أَنَّهُمْ عَلىَ شَيْءٍ أَلاَ إِنَّهُمْ هُمُ الْكَاذِبُوْنَ. (حاشية الصاوي على تفسير الجلالين، ٣/٣٠٧).
“Ayat ini turun mengenai orang-orang Khawarij, yaitu mereka yang mendistorsi penafsiran al-Qur’an dan Sunnah, dan oleh sebab itu mereka menghalalkan darah dan harta benda kaum Muslimin SEBAGAIMANA YANG TERJADI DEWASA INI PADA GOLONGAN MEREKA, YAITU KELOMPOK DI NEGERI HIJAZ YANG DISEBUT DENGAN ALIRAN WAHHABIYAH, mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat), padahal merekalah orang-orang pendusta.” (Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain, juz 3, hal. 307).

Silahkan lihat bukti kecurangan wahabi menghilangkan perkataan al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki diatas  —-> http://www.facebook.com/note.php?note_id=153873444629573
Keterangan al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki diatas senada dengan apa yang dikatakan oleh ulama madzhab Hanafi, al-Imam Muhammad Amin Afandi yang populer dengan sebutan Ibn Abidin. Beliau berkata dalam kitabnya, Hasyiyah Radd al-Muhtar sebagai berikut:

“مَطْلَبٌ فِي أَتْبَاعِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ الْخَوَارِجِ فِيْ زَمَانِنَا :كَمَا وَقَعَ فِيْ زَمَانِنَافِيْ أَتْبَاعِ ابْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ الَّذِيْنَ خَرَجُوْا مِنْ نَجْدٍ وَتَغَلَّبُوْا عَلَى الْحَرَمَيْنِ وَكَانُوْايَنْتَحِلُوْنَ مَذْهَبَ الْحَنَابِلَةِ لَكِنَّهُمْ اِعْتَقَدُوْا أَنَّهُمْ هُمُ الْمُسْلِمُوْنَ وَأَنَّ مَنْ خَالَفَاعْتِقَادَهُمْ مُشْرِكُوْنَ وَاسْتَبَاحُوْا بِذَلِكَ قَتْلَ أَهْلِ السُّنَّةِ وَقَتْلَ عُلَمَائِهِمْ حَتَى كَسَرَ اللهُشَوْكَتَهُمْ وَخَرَبَ بِلاَدَهُمْ وَظَفِرَ بِهِمْ عَسَاكِرُ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَ ثَلاَثٍ وَثَلاَثِيْنَ وَمِائَتَيْنِ وَأَلْفٍ.” اهـ (ابن عابدين، حاشية رد المحتار، ٤/٢٦٢).

“Keterangan tentang pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, KAUM KHAWARIJ PADA MASA KITA. Sebagaimana terjadi pada masa kita, pada pengikut Ibn Abdil Wahhab yang keluar dari Najd dan berupaya keras menguasai dua tanah suci. Mereka mengikuti madzhab Hanabilah. Akan tetapi mereka meyakini bahwa mereka saja kaum Muslimin, sedangkan orang yang berbeda dengan keyakinan mereka adalah orang-orang musyrik. Dan oleh sebab itu mereka menghalalkan membunuh Ahlussunnah dan para ulamanya sampai akhirnya Allah memecah kekuatan mereka, merusak negeri mereka dan dikuasai oleh tentara kaum Muslimin pada tahun 1233 H.” (Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘ala al-Durr al-Mukhtar, juz 4, hal. 262).

Perubahan kitab oleh wahabi bukan hanya terhadap kitab karya al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki diatas, namun terjadi juga terhadap puluhan kitab ulama lainnya, silahkan lihat disini . Terhadap fenomena ini Syaikh Idahram telah menulis sebuah buku yang berjudul “Mereka Memalsukan Kitab-Kitab Karya Ulama Klasik” , dan sampai saat ini wahabi tidak mampu membantah buku ini, justru menuduh penulisnya sebagai syiah dan menyebut buku syaikh idahram sebagai buku fitnah.

Jika memang buku Syaikh idahram adalah fitnah tentulah mereka akan mampu membantahnya dengan mengeluarkan buku bantahan, bahkan  harusnya mereka hadir dalam Halaqah Nasional Kyai Pondok Pesantren Ahlussunnah Wal Jama’ah I di Ponpes Al-Qur’an Al Falah Bandung Jawa Barat, 30 Muharram - 01 Shafar 1434 H/14-15 Desember 2012 silam yang salah satu temanya membahas perubahan kitab ulama klasik, faktanya mereka tidak hadir pada acara tersebut.

Bukan hanya dengan merubah kitab wahabi ingin menyembunyikan sejarah hitam mereka, namun juga dengan menciptakan dongeng yang mengisahkan bahwa yang dimaksud wahabi adalah ajaran seorang yang bernama Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum.  Tentulah ini menjadi pertanyaan bagi kita, jika yang dimaksud wahabi adalah ajaran Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum  mengapa wahabi repot-repot merubah kitab Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain diatas?, untuk mengetahui dongeng wahabi tersebut sekaligus bantahannya silahkan baca “Dongeng Popular Wahhabiyah rustumiyyah”.

Saya akhiri tulisan ini dengan kisah Imam Ash-shon’aani al-Yamani yang menarik kembali pujian beliau kepada Muhammad bin Abdul wahhab setelah beliau mengetahui hakikat ajarannya.
Awalnya Imam Ash-shon’aani al-Yamani sempat memuji dakwah Muhammad bin Abdul wahhab, sehingga belaiu membuat syair pujian berikut :
سلام على نجد ومن حل في نجد : وإن كان تسليمي على البعد لا يجدي
Salamku untuk Najd dan siapa saja yang tinggal sana
Walaupun salamku dari kejauhan belum mencukupinya.
Lama tak mendapat jawaban, hingga beberapa orang dari ulama Najd mendatangi beliau dan menceritakan hakekat ajaran Muhammad bin Abdul wahhab, maka beliau meruju’ / mencabut kembali pujiannya itu. Padahal qosidah beliau telah menyebar ke sluruh negri.
Akhirnya beliau mencabut pujianya itu dan membuat pujian tentang ruju’nya beliau dr pujian kpd Muhammad bin Abdul wahhab. Dan membuat syarahnya di dalam kitabnya “ Irsyadu Dzail albab ila haqiqati aqwal Ibn Abdil Wahhab “.

Qosdidah ruju’ beliau sangat terkenal di kalangan santri Yaman, di antra bait ruju’ beliau adalah :
رجعت عن القول الذي قلت في النجدي :::::: فقد صح لي فيه خلاف الذي عندي
ظننت به خيرا وقلت عسى عسى ::::::::: نجد ناصحا يهدي الأنام ويستهدي
فقد خاب فيه الظن لا خاب نصحنا ::::::::: وما كل ظن للحقائق لي مهدي
وقد جاءنا من أرضه الشيخ مربد :::::::::: فحقق من أحواله كل ما يبدي
وقد جاء من تأليفه برسائل :::::::::::::: يكفر أهل الأرض فيها على عمد
ولفق في تكفيرهم كل حجة :::::::::::::: تراها كبيت العنكبوت لمن يهدي
تجارى على إجرا دما كل مسلم ::::::::::::: مصل مزك لا يحول عن العهد
وقد جاءنا عن ربنا في ( براءة ) ::::::::::::: براءتهم عن كل كفر وعن جحد
وإخواننا سماهم الله فاستمع :::::::::::::: لقول الإله الواحد الصمد الفرد
وقد قال خير المرسلين نهيت عن ::::::::::::: فما باله لا ينتهي الرجل النجدي
وقال لهم : لا ما أقاموا الصلاة في ::::::::::::: أناس أتوا كل القبائح عن قصد
أبن لي ، أبن لي لم سفكت دماءهم ؟ :::::::: ولم ذا نهبت المال قصدا على عمد ؟
وقد عصموا هذا وهذا بقول لا :::::::::::::: إله سوى الله المهيمن ذي المجد

“ Aku menarik kembali pujianku terhadap Muhammad bin Abdul wahhab An-Najdi
Sungguh telah benar kekliruan pujiannku terhdapnya.
Aku mnyangkka baik padanya, dan aku berdoa semoga, semoga Najd kita member petunjuk pada manusia.
Tapi persangkaanku salah, bukan nasehatku yg salah. Telah dating kepadaku dari Najd syaikh Marbad.
Dan mnjlskan hakekat ajaran muhammad An-Najdi.
Di dalm kitab-kitabnya ia telah banyak emgkafirkan penduduk bumi dengan sengaja.
Dan seterusnya……

Sabtu, 06 Desember 2014

Jangan Serahkan Kepemimpinan Kita Kepada Orang-orang Non-Muslim!


 Kemajuan negara dan kemakmuran rakyat memang tidak ditentukan oleh faktor agama pemimpinnya. Negara akan tetap maju dan rakyat akan tetap makmur bila pemimpinnya adil meskipun pemimpin tersebut bukan seorang Muslim. Begitu pula, negara akan hancur dan rakyat akan sengsara jika pemimpinnya zalim, meskipun dia seorang Muslim. Raja Najasyi, raja Abbesinia yang akhirnya memeluk Islam pada masa Rasulullah , menyatakan:

المُلْكُ يَبْقَى مَعَ الكُفْرِ وَلاَ يَبْقَى مَعَ الظُّلْمِ
Negara bisa berjalan bersama dengan kekafiran, tapi tidak bisa berjalan bersama dengan kezaliman. 

 
Meskipun demikian, Islam tetap melarang umatnya mengangkat pemimpin dari kalangan non Muslim. Sebab, ajaran Islam tidak hanya berbicara mengenai kemakmuran dan kesejahteraan. Ada yang lebih inti dari kemakmuran dan kesejahteraan, yaitu tegaknya kebenaran dan tercapainya keselamatan akhirat. 

Adanya pemimpin dari kalangan non Muslim sangat mengganggu bagi misi penegakan kebenaran. Sebab, agama dan pandangan hidup seorang pemimpin sangat mudah menjalar kepada rakyatnya. Ketika Dinasti Umayah berkuasa di ujung Abad Pertama Hijriah dengan beranekaragam kecenderungan penguasanya, di Arab lahir sebuah pepatah yang sangat masyhur:

النَّاسُ عَلَى دِيْنِ مُلُوْكِهِمْ
Masyarakat sangat bergantung kepada agama (kecenderungan) para penguasanya.
 
Itulah salah satu alasan utama, kenapa hampir semua ulama dari berbagai mazhab sepakat bahwa umat Islam dilarang mengangkat (memilih) pemimpin dari kalangan non Muslim. Landasan dasar para ulama tersebut rata-rata merujuk kepada QS Ali Imran ayat 28 tentang larangan Allah menjadikan orang-orang kafir sebagai auliyâ’ (pemimpin, kekasih, orang dekat dan semacamnya).

Syekh Syatha al-Bakri ad-Dimyathi (ulama mazhab Syafii) menyatakan, “Sultan (penguasa) disyaratkan harus Muslim. Sedangkan orang kafir tidak sah menjadi penguasa, dan tidak sah kepemimpinannya.” (lihat I‘ânatuth-Thâlibîn: IV/246)

Imam Ibnu Jamaah, salah satu pemuka mazhab Syafii, menyatakan, “Tidak diperbolehkan mengangkat seorang dzimmi (non Muslim) untuk menjadi pejabat yang mengurus kaum Muslimin, kecuali sebagai petugas pengumpul pajak dari sesama kafir dzimmi atau pengumpul pajak dari perdagangan yang dilakukan oleh non Muslim.” (Tahrîrul-Ahkâm: 147).
 

Imam Ibnu al-Arabi, pemuka ulama mazhab Maliki, menyatakan bahwa Sayidina Umar bin al-Khatthab melarang Abu Musa al-Asy’ari mengangkat pejabat dari kafir dzimmi. Umar memerintahkan agar Abu Musa memecat pejabat yang dia angkat dari kalangan kafir dzimmi di Yaman. Hal senada dinyatakan oleh Abu Bakar al-Jasshash, pakar fikih dan usul fikih mazhab Hanafi. Beliau menyatakan, bahwa tidak ada wilâyah (kekuasaan) bagi orang kafir untuk orang Islam. (Rawâ’i‘ul-Bayân: I/403).

Syekh asy-Syanqithi (ulama mazhab Hanbali) menyatakan, “Hadis-hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah menunjukkan bahwa beliau tidak pernah menyerahkan satu urusan kaum Muslimin kepada orang kafir, sama sekali. Beliau mematuhi ajaran Allah untuk menjaga kaum Muslimin dari penguasaan orang kafir. (Syarh Zâdul-Mustaqni‘: III/268).

Intinya, ajaran Islam sangat tegas melarang pemeluknya untuk memilih pemimpin dari kalangan non Muslim. Sayangnya, kita kalah opini, sehingga dalam kasus Pilgub DKI Jakarta misalnya, tokoh-tokoh Muslim justru ‘mengutuk’ orang Islam yang bersuara lantang untuk tidak memilih pemimpin dari kalangan non Muslim. Mereka menganggap hal tersebut sebagai fanatisme golongan. Padahal, semua fanatisme itu tercela, kecuali fanatisme kita terhadap kebenaran. Dan, kebenaran tertinggi itu ada pada agama!
 


Dikutip dari Topik Utama Buletin SIDOGIRI, Edisi 95, Dzul Qa'dah 1435 H


Sumber :  Buletin Sidogiri

Sabtu, 05 April 2014

Nasehat untuk Istri

Wanita sebagai istri, memiliki pintu di rumahnya. Pintu itu bisa mengantarkan dia ke surga atau melemparkannya menuju ke neraka. Pintu itu hanya satu, SUAMI. Istri yang taat kepada suaminya, kelak memiliki kedudukan seperti lelaki yang mati syahid dalam peperangan di jalan Allah.

Setiap istri melayani suaminya, maka perbuatannya akan meninggikan derajatnya di sisi Allah.  Amal ibadah yang paling utama bagi seorang istri adalah melayani suami dan anak2nya.  Lebih utama dari ibadah sunnah apa pun.  Sebab itu merugi sekali wanita yang sibuk dengan zikir, tetapi suaminya terlantar tak dipikir.
 

Sibuk dengan al-Quran tapi suaminya tak pernah disediakan makan.
Sibuk dengan majelis maulud, tapi dengan suaminya selalu perang mulut.
Mendebat, bicara kasar, menyakitinya, memandangnya dengan pandangan rendah, meninggikan suara .....
Laa haula wa laa quwwata illa billaaaah
 

Wahai para istri .....
Tiada guna shalatmu
Tiada guna majelis yang kau hadiri
Tiada guna puasamu
Tiada guna zikirmu
Tiada guna hajimu
Tiada guna bacaan al-Quranmu
Tiada guna sedekahmu
Sebelum kau meminta maaf kepada suamimu
 

Jangan sakiti dia.  Walaupun terkadang dia memiliki kelemahan di sana-sini. Nabi telah menjelaskan, wanita yang menjadikan wajah suaminya berubah, maka tak akan diterima shalatnya walau sejengkal.
 

Dalam riwayat, wanita yang tak mau melayani suaminya di malam hari, dilaknat malaikat hingga pagi hari.  Selagi ada kesempatan, rubahlah sikap menjadi baik.  Selagi ada kesempatan minta maaf
 

Jadilah istri yang baik.  Tak perlu banyak ibadah selain itu.  Jika memang yg kau tuju surga.  Itulah jalannya
 

Carilah ridha suamimu.  Semoga Allah menyelamatkan kita semua dari perbuatan yang bisa mendatangkan murka-Nya. Baik yang kita sadari atau tidak kita sadari.





By Habib Husin Nabil